Di Indonesia, kalau kita mau berbincang soal industri jamu, temuilah Irwan Hidayat yang mempopulerkan jargon “Orang pintar minum tolak angin”. Dengan segera kita akan merasakan bahwa ia sangat mencintai dunia yang digelutinya itu. Dengan fasih ia akan menuturkan sejarah dunia perjamuan, tantangannya di masa lalu dan saat ini, serta sejumlah rencana yang ingin segera ia laksanakan. Atau, dengarkanlah apa yang sering kali dibicarakan oleh pebisnis sukses macam Jakob Oetama, pendiri dan pemimpin Kelompok Kompas Gramedia. Kita akan segera maklum mengapa ia gigih mempertahankan bisnis di seputar soal media cetak, toko buku, percetakan, penerbitan, televisi, perhotelan, dan sejumlah usaha lain yang menopang proses pelestarian dan pengembangan kebudayaan Indonesia. Dan, bila kita sempat mempelajari kiprah pebisnis bernama Djoenaidi Joesoef, pendiri dan pemilik kelompok bisnis Konimex, kita juga akan tahu bahwa ia mencintai bidang kefarmasian sejak masih sangat muda. Ia terlibat dalam sejumlah proses peracikan obat-obat yang kemudian menjadi sangat terkenal di negeri ini.
Demikianlah orang-orang kaya, terutama yang merupakan generasi pertama—pendiri dan sekaligus pemilik—meraih kemapanan secara keuangan karena menekuni bidang pekerjaan yang mereka cintai sungguh-sungguh. Awalnya ada yang merasa “terpaksa”, atau sekadar “kebetulan”, tetapi ada juga yang memilih dengan sadar dan sengaja. Apa pun awalnya tidaklah penting. Yang penting mereka berhasil menumbuhkan kecintaan terhadap pekerjaan dan bisnis yang ditekuninya. Dan rasa cinta yang besar membuat mereka tidak keberatan untuk selalu bangun pagi. Dengan senang hati mereka bekerja keras sepanjang hari selama bertahun-tahun (sebenarnya mereka tidak pernah merasa “bekerja keras”, sebab yang dilakukan adalah apa yang memang “disukai”). Dan dengan gembira pula mereka menuai buah-buah kerja kerasnya dalam bentuk pundi-pundi kekayaan yang luar biasa.
Jadi, mengapa orang-orang yang sudah sangat kaya raya masih saja suka bekerja keras? Karena, mereka mencintai pekerjaan mereka. Karena pekerjaan itu memberikan gairah hidup bagi dirinya. Karena, pekerjaan itu telah menjadi habitus, menjadi bagian dari nafas hidupnya. Karena, pekerjaan itu mereka anggap mulia. Karena, mereka tidak lagi bekerja untuk memperoleh uang, tetapi untuk memperoleh hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang (cinta, kemuliaan, kehormatan, dsb).
Oprah Winfrey, perempuan kulit hitam paling kaya dan paling berpengaruh itu, pernah berkata, “Jika Anda telah menemukan pekerjaan yang bersedia Anda kerjakan sekalipun imbalannya tidak besar, maka Anda sudah berada di jalan menuju keberhasilan.” Demikiankah?
No comments:
Post a Comment